Sudah dengar tentang RUU Permusikan yang sedang dipertanyakan isi dan kepentingannya oleh publik? Situasinya cocok untuk saya memulai lagi blog yang keliatannya sudah agak "berjamur" ini.
Saya sudah sempat beropini mengenai RUU Permusikan ini, di akun Facebook, Twitter dan Instagram saya pribadi. RUU Permusikan ini bisa kalian download di Petisi Tolak RUU Permusikan yang digagas oleh Danilla Riyadi, sebagai perwakilan dari Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan, dan saat tulisan ini dibuat sudah ditandatangani lebih dari 267.000 orang. Rancangan tersebut sebanyak 30 halaman yang terdiri dari 54 Pasal plus Penjelasannya, dan menurut Koalisi Nasional ada 19 pasal yang bermasalah bahkan ada yang menyebut seperti aturan di era Orde Baru.
Jika kalian baca dengan baik, terdapat pasal-pasal yang bisa berimbas buruk untuk pegiat dan skena musik independen (bawah tanah) Indonesia, dan pasti akan meluas imbasnya ke pendengar musik. Saya pernah jadi bagian skena indie lokal, pemain musik dan penyelenggara musik. Teman-teman saya sampai sekarang masih setia di skena tersebut, tidak berharap banyak kecuali menyuarakan isi hati, mengekspresikan diri, berbagi gagasan dan memberi manfaat untuk orang lain.
Kemunculan RUU Permusikan ini harus menjadi kekhawatiran kami, penolakan memang sudah seharusnya ada. Niat dibuatnya regulasi adalah untuk sama-sama mendapat kebaikan, ya bisa saya bilang RUU ini merugikan sebagian pihak, jadinya kan nggak sama-sama (?). Khawatir juga dengan pasal-pasal yang perlu penafsiran lebih luas lagi, karena pemahaman pasti berbeda bagi setiap orang. Apalagi saat nanti pelaksanaannya jika RUU ini tetap disahkan, definisi provokatif, menghina, menghujat, tentu cuma pembuat Undang-Undang dan pelaksananya yang berhak menafsirkan. Wah nggak kebayang ngerinya.
Kita masih ingin nonton pagelaran musik yang berbeda, alternatif dari mainstream, band teman-teman kita perform didalamnya, teman-teman panitia mendulang sukses dari gelarannya, tanpa harus ditodong dengan Undang-Undang ini (nantinya). Kita masih mau mendengarkan musik cutting edge, berkualitas, ekspresif, dengan syair visioner, tajam, edukatif, lugas dari band seperti Efek Rumah Kaca, Navicula, Morfem, Burgerkill, Homicide, Besok Bubar, Alien Sick, dan lain sebagainya. Oh, band-band komunitas yang sudah merilis album secara mandiri juga patut dipertahankan, seperti Coburn, Nir-X, Hey Nichols, dan lain-lain. Kita nggak perlu lah musik dan syair menye-menye dari musisi-musisi yang menggagas juga menyepakati RUU Permusikan yang absurd ini.
RUU Permusikan ini jelas nggak asik, nggak santai. Saya pun digelitik ingin bertanya, RUU ini berniat ingin mempidana separuh warga negara Indonesia nantinya?
Saya sudah sempat beropini mengenai RUU Permusikan ini, di akun Facebook, Twitter dan Instagram saya pribadi. RUU Permusikan ini bisa kalian download di Petisi Tolak RUU Permusikan yang digagas oleh Danilla Riyadi, sebagai perwakilan dari Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan, dan saat tulisan ini dibuat sudah ditandatangani lebih dari 267.000 orang. Rancangan tersebut sebanyak 30 halaman yang terdiri dari 54 Pasal plus Penjelasannya, dan menurut Koalisi Nasional ada 19 pasal yang bermasalah bahkan ada yang menyebut seperti aturan di era Orde Baru.
Jika kalian baca dengan baik, terdapat pasal-pasal yang bisa berimbas buruk untuk pegiat dan skena musik independen (bawah tanah) Indonesia, dan pasti akan meluas imbasnya ke pendengar musik. Saya pernah jadi bagian skena indie lokal, pemain musik dan penyelenggara musik. Teman-teman saya sampai sekarang masih setia di skena tersebut, tidak berharap banyak kecuali menyuarakan isi hati, mengekspresikan diri, berbagi gagasan dan memberi manfaat untuk orang lain.
Kemunculan RUU Permusikan ini harus menjadi kekhawatiran kami, penolakan memang sudah seharusnya ada. Niat dibuatnya regulasi adalah untuk sama-sama mendapat kebaikan, ya bisa saya bilang RUU ini merugikan sebagian pihak, jadinya kan nggak sama-sama (?). Khawatir juga dengan pasal-pasal yang perlu penafsiran lebih luas lagi, karena pemahaman pasti berbeda bagi setiap orang. Apalagi saat nanti pelaksanaannya jika RUU ini tetap disahkan, definisi provokatif, menghina, menghujat, tentu cuma pembuat Undang-Undang dan pelaksananya yang berhak menafsirkan. Wah nggak kebayang ngerinya.
Kita masih ingin nonton pagelaran musik yang berbeda, alternatif dari mainstream, band teman-teman kita perform didalamnya, teman-teman panitia mendulang sukses dari gelarannya, tanpa harus ditodong dengan Undang-Undang ini (nantinya). Kita masih mau mendengarkan musik cutting edge, berkualitas, ekspresif, dengan syair visioner, tajam, edukatif, lugas dari band seperti Efek Rumah Kaca, Navicula, Morfem, Burgerkill, Homicide, Besok Bubar, Alien Sick, dan lain sebagainya. Oh, band-band komunitas yang sudah merilis album secara mandiri juga patut dipertahankan, seperti Coburn, Nir-X, Hey Nichols, dan lain-lain. Kita nggak perlu lah musik dan syair menye-menye dari musisi-musisi yang menggagas juga menyepakati RUU Permusikan yang absurd ini.
RUU Permusikan ini jelas nggak asik, nggak santai. Saya pun digelitik ingin bertanya, RUU ini berniat ingin mempidana separuh warga negara Indonesia nantinya?
Komentar
Posting Komentar