Cukup sulit mengumpulkan lagi memori 18 tahun lalu (di tahun 1994), yaitu memori atas pengalaman saya sendiri dalam menyimak musik Grunge dan menyerap “hiruk pikuknya” semua informasi yang berkaitan dengan musik yang fenomenal ini. Saya rasa di tahun itu Grunge dan “genre serumpunnya” mulai harum semerbak di negeri ini (khususnya di kota yang saya tinggali). Ya kurang lebih begitu yang saya lihat dan alami, kala itu.
DEMAM GRUNGE
Suatu
hari, satu stasiun tivi menayangkan videoklip “Smells Like Teen Spirit” dari Nirvana yang sukses mengejutkan saya dan cukup 'seronok' untuk saya
tonton waktu itu (buat bocah laki-laki lugu akil-baligh) di saat ada satu
adegan yang terlihat jelas dada si perempuan cheerleader yang di “zoom” demikian dekatnya sampai terlihat betapa kecil dadanya itu. Karena para
cheerleaders itu, saya tonton sampai selesai videoklipnya dan semakin penasaran
dengan lambang “A” di dada si perempuan itu, yang akhirnya saya baru tau (kira-kira
2 tahun kemudian) makna lambang itu adalah lambang Anarchy setelah berteman
dengan seorang Punk Rock.
Baru
pada tahun 1994 saya mulai menikmati musik dan menyimak semua informasinya. Pada
saat itu, stasiun-stasiun tivi cukup banyak menayangkan program-program musik
dan saya merasa beruntung tumbuh besar di pertengahan tahun ‘90an dimana
banyak videoklip dan musik yang bagi saya tergolong cutting edge.
MTV UNPLUGGED In NEW YORK
Nirvana
Produced by Nirvana and Scot Litt
Geffen Records (1994)
|
Di tahun ini juga saya baru benar-benar mengenal
Nirvana karena album mereka “MTV
Unplugged in New York” telah menarik perhatian saya dan akhirnya mulai menelusuri serta
membeli album-album mereka sebelumnya. Penelusuran itu lalu membuat saya
teringat videoklip Smells Like Teen Spirit yang dulu pernah mengejutkan saya
dan kemudian tau soal tewasnya Kurt Cobain, vokalis dan gitaris Nirvana, dari
televisi.
Setelah
memiliki album akustik ini, saya mulai mendapati banyak majalah/radio yang
mengulas tentang band-band dari Seattle dan memutar lagu-lagunya. Dari majalah
remaja, saya pun tau dan (cukup) mengerti dengan istilah “Grunge”. Penasaran dengan
istilah ini dan band-band pengusungnya, banyak
majalah saya beli untuk menambah ilmu pengetahuan.
Demam
musik Grunge membuat saya mengelilingi rak toko-toko kaset buat beli (atau
sekedar ‘jajan mata’) album band-band dari Seattle itu. Uang jajan sekolah
ditabung, malah pernah nilep uang
bayaran sekolah. Album-album
yang masuk kategori Grunge/Alternative Rock saya beli meskipun ada yang belum
pernah dengar lagunya ataupun kenal bandnya, yang penting ada di bagian kaset “Rock”, punya judul album/lagu yang nggak lazim dan kover albumnya
keren. Pearl Jam sukses
bikin saya heran karena albumnya paling banyak diantara band-band Grunge
lainnya dan ada album yang isi lagunya sedikit, sekitar 2-4 lagu (yang kemudian
baru tau kalo itu yang disebut album single/album mini).
Album Nevermind (Nirvana), Ten (Pearl Jam) dan Dirt (Alice In Chains) saya pilih menjadi bekal untuk belajar memainkan gitar dan bangga menyebut diri sebagai seorang Grunge fanatik! Saya ulik ketiga album dahsyat itu dan coba ‘membedah’ lirik-lirik lagunya. Album Nevermind lah yang lantas membuat saya tergila-gila. Videoklip Smells Like Teen Spirit juga lah yang membuat saya keliling pasar/toko untuk bisa punya T-Shirt mirip seperti yang Kurt Cobain pakai. Album ini akhirnya sangat mempengaruhi pola pikir dan kemampuan bermusik saya.
Setelah tuntas membedah album Nevermind, saya mulai tenggelam dan takjub pada musiknya Soundgarden dan Alice In Chains; kedua band ini makin menambah ilmu saya walau awalnya musik mereka terdengar rumit. Lantas saya jadikan Nirvana, Soundgarden dan Alice In Chains sebagai influence terbesar saya. Sarkasme, ironi, gelap dan kemuraman menjadi tema favorit saya (sampai dengan sekarang).
Di
saat masih sekolah semua atribut Grunge saya pakai di dalam/luar jam sekolah, di
saat nonton event musik dan saat berkumpul dengan teman-teman. Saya kenakan model
pakaian dan aksesoris lainnya biar bisa mirip para pengusung genre ini. Di saat
itu juga saya diajak membentuk band yang musiknya pun seputar
Grunge/Alternative Rock. Hasrat pun terpenuhi buat bisa memainkan musik Grunge
yang memang udah diulik dengan detail dan makin lekat lah saya dengan musik ini. Saya juga penggemar musik Punk Rock karena mendapat pengaruh dari
teman-teman dan mendapati kemiripan dengan musik Grunge. Kedua genre ini
membuat saya menemukan jati diri yang bernama “pemberontakan”. Membangkang, sedikit
‘vandal’ dan merusak diri (pernah) menjadi sebagian aktivitas sehari-hari saya untuk
sekian tahun.
NEVERMIND
Nirvana
Produced by Butch
Vig and Nirvana
Geffen Records (1991)
|
TEN
Pearl Jam
Produced by Pearl
Jam and Rick Parashar
Sony Music/Epic (1991)
|
DIRT
Alice In Chains
Produced by Dave Jerden
Columbia Records (1992)
|
MEMAHAMI GRUNGE
Setelah
cukup lama mendengarkan dan mendalami musik Grunge, saya menyadari ada perbedaan
diantara band-band pengusung genre ini (saya sebut beberapa nama) seperti Nirvana, Mudhoney, Pearl Jam, Screaming Trees, Tad, Soundgarden dan Alice In Chains; masing-masing punya
ciri/soundnya sendiri. Sebagian ada unsur Punk, sebagian ada unsur Metal dan
sebagian lagi ada unsur Blues/Hardrock. Saya pun mulai bingung begitu
menyocokkan dengan arti/ciri-ciri Grunge yang saya pahami dan baca di majalah-majalah
musik.
Sebagai contoh, kata mereka dari ‘segi fashion’ Grunge itu identik dengan jeans belel, kemeja flanel dan sepatu DocMarten (faktanya sebagian dari personil ketujuh band yang udah ditulis diatas malah ada yang gemar memakai topi, sepatu kanvas, sneakers, kaos oblong, kemeja biasa, celana pendek selutut, bertelanjang dada dan nyeker kalo lagi manggung). Dari ‘segi musik/sound’, Grunge itu identik dengan sound rombeng, bertempo medium, efek stelan Fuzz, distorsi maksimal dan mendekati Punk (faktanya malah ada yang memiliki sound yang ciamik, bertempo lambat & cepat, efek stelan Metal, distorsi tipis dan terpengaruh Blues/Hardrock/Metal/Folk/Swing).
Persamaan
dari mereka, menurut saya adalah tema lirik/lagu dan attitude, selebihnya seenak hatimu saja lah untuk menggambarkannya walau
sedikit sulit karena masing-masing pengusung genre ini memang beda dan pastinya
kepingin beda dari “kawan-kawan seperjuangannya”.
Pemahaman saya pun, ya Grunge itu cuma istilah dari media (atau entah dari siapapun) sebab musik ini yang pada saat itu tergolong baru, harus punya “merk” atau dipakaikan “baju” supaya bisa dibedakan dengan musik lain; karena memang musik ini perpaduan Punk, Metal dan sub-genre lainnya. Semua penyuka Grunge pun pada akhirnya punya definisi mereka masing-masing. Ya bebaskan saja, para pengusung genre ini pun nggak terlalu ambil pusing akan definisinya.
Hal
yang saya cintai dari musik ini adalah kebebasan dalam mengeksplorasi nada/unsur
musik lain, berusaha keluar dari pakem bermusik/memainkan instrumen sesuai
teori dan tema lirik/lagu yang muram, gelap & nggak lazim.
PIECE OF CAKE
Mudhoney
Produced by Conrad Uno and Mudhoney
Reprise Records (1992)
|
Mudhoney adalah salah satu contoh band yang
penuh eksplorasi dan idealisme. Menulis single hits seantero jagad dan masuk
urutan tangga lagu sepertinya nggak terlalu mereka pikirin dan yang paling saya perhatikan
adalah label-label rekaman yang menaungi band ini, patut dikasih jempol karena
masih mau merilis karya-karya mereka sampai dengan sekarang.
BUKAN TREND
Di
penghujung tahun 1990 tampaknya pemberitaan soal Grunge meredup, videoklip band-band
Grunge mulai berkurang porsinya di MTV dan saya sudah mulai kehilangan berita
terbaru dari band-band kesukaan saya. Era baru pun datang, Nu-Metal/Modern
Rock/Ska tiba-tiba gegap gempita di seluruh
radio, tivi dan event-event musik.
BINAURAL
Pearl Jam
Produced by Tchad Blake and Pearl Jam
Sony Music/Epic (2000)
|
Saya ingat saat itu yang masih terdengar
lagu/beritanya cuma dari Mudhoney dan Pearl Jam. Majalah musik yang saya beli mengulas single Pearl Jam “Nothing As It
Seems” (album Binaural, 2000) sebagai single yang cukup membosankan (kurang lebih
seperti itu lah, majalahnya pun udah dijual ke tukang loak) tapi saya malah
suka dengan single itu karena iramanya yang terdengar pas di kuping saya dan pola
musiknya nggak jauh-jauh dari pola musik Grunge. “Hey saya familiar dengan nada-nada
ini!”, begitu kira-kira reaksi saya begitu mendengar single ini pertama kali di
radio.
Bagi
saya dan kalian yang sangat menggemari Grunge tentunya sadar kalo genre ini (bagi
kita) bukanlah suatu trend, bukanlah musiman dan bukanlah buatan
industri. Musik ini terlahir alami, terdengar merdu, dibuat jatuh cinta pada kharismanya
dan sadar atau tidak, telah membentuk kepribadian si penyukanya.
GRUNGE: THE SOUND OF SEATTLE
Banyak
orang dan media menyebut bahwa tahun ‘90an adalah masa dimana telah lahir band-band
bagus, musik-musik keren dan puncak dari jayanya industri musik di dunia. Saya
termasuk orang yang setuju dengan pernyataan itu. Apalagi saat Grunge (musik
dan fashionnya) disebut-sebut sebagai hal paling fenomenal yang pernah terjadi
di dunia. Masa itu adalah masa terindah dan paling murni. Pesonanya nggak akan
terulang lagi.
Oh, saya juga ikut merasa senang ketika Lars Ulrich, drummer Metallica, menyebut album Alice In Chains (Columbia Records, 1995) sebagai album favorit dia, saat diwawancara MTV.
Grunge
memang sudah mengacak-acak industri musik dunia, telah menjadi aliran musik yang
fenomenal dan suatu sejarah musik yang paling seru untuk diceritakan kembali. Kota Seattle telah menjadi
pusat perhatian semua orang, dibahas semua yang ada hubungannya dengan kota
itu, masyarakatnya tiba-tiba menjadi orang-orang paling keren, menjadi
“percontohan” campur-baur berbagai budaya dan kiblatnya musik alternatif.
Grunge itu identik dengan Seattle.Grunge = Seattle.
Entah
bagaimana penduduk Seattle bereaksi atas fenomena itu. Yang pasti sebutan “The
Sound Of Seattle” atau “Seattle Sound” terdengar gagah bagi saya.
Musik Grunge membuat saya menemukan pencerahan, mendapatkan “identitas”, menerima pelajaran baru, menjadi orang yang bisa menyimak, menghargai perbedaan, mendapatkan banyak teman dan bisa bermain musik, tentunya. Sudah hampir 18 tahun saya mendengarkan dan memainkan musik ini sampai dengan sekarang. Meski saya juga menyimak dan mendalami jenis musik yang lain, tetap saja musik yang saya simak pertama kali ini masih menjadi pilihan teratas.
Kini beberapa band Grunge kesukaan saya “hidup” kembali, berita-berita soal kemunculan mereka banyak diulas dan masih terlihat semangat mereka untuk terus bermusik. Bertahan hidup memang hal yang sulit untuk dilakukan, maka itu saya pun kagum pada para pelopor Grunge yang kembali aktif membuat album rekaman terbaiknya dan melakukan tur/memiliki jadwal konser yang padat. Salut!
Oh
yang terpenting lagi, mereka masih konsisten di jalur musiknya (menandakan
musik ini memang bukan trend atau sensasi belaka).
“Hail,
Hail Grunge! The Sound Of Seattle”
opini yg keren, salam kenal bro
BalasHapusthanks udah baca tulisan ini, mas Rudolf.
Hapussalam :)
penuturan yang jujur. lengkap dan berisi. tulis tema yang lain lagi dong sob!
BalasHapuskalo ada postingan baru kasitau ke anak2 pj.id ya \g/
wow thanks ya buat komentarnya, mas kudakuda..he2.
Hapussip nanti saya bikin postingan baru lagi (kalo mood) :))
Helow bos,cuma Seattle yg pny Sound,iya gk????itu menandakan gerunge.....,ente tw sendirilah jwbanny :D
BalasHapusiya betul. sepertinya cuma Seattle yang pantas punya sebutan itu :)
Hapusthanks udah mampir, Sinyobain.