Kembali ke masa dimana pertama kali saya mendengar Koil lewat lagu "Matahari (Dengekeun Aing)" di radio, musiknya yang catchy dengan teriakan serak nggak karuan sang vokalis dan suara-suara efek gitar yang belum pernah saya dengar, 'memaksa' saya menaikkan volume suara radio. Sempat juga saya menonton video klip lagu itu di televisi nasional, yang masih teringat di videonya memperlihatkan band bermain di suatu ruangan dari satu angle saja dengan pencahayaan yang sedikit gelap, diperlihatkan juga susunan efek-efek gitar yang membuat saya melotot. Saya lupa persisnya tahun berapa mendengar lagu dan menonton video klipnya, yang jelas itu pertama kalinya saya menonton video klip band dalam negeri yang bermusik rock dengan cuek dan 'gelap'.
Di tahun 2000, adik saya memperlihatkan kaset Koil yang baru dia beli dari seorang kawan, album self-titled rilisan Project Q tahun 1996. Berisikan 10 lagu termasuk single "Matahari (Dengekeun Aing)" yang sudah pernah saya dengar itu. Masa-masa itu sungguh indah, kami berdua sangat menikmati semua lagu dan jadi topik perbincangan kami selama beberapa waktu. Lirik lagu yang sangat bagus dan mudah diingat, ditambah dengan penggunaan sampling dan efek gitar dengan bermacam-macam suara, album ini sungguh satu album yang membawa terobosan baru sekaligus terbaik di masanya.
Pada waktu itu saya belum paham istilah sampling, saya menggunakan istilah suara-suara aneh dan soal genre album ini pun saya belum memahami kalau ini adalah industrial, saya dengan adik dan beberapa kawan menyebut album ini sebagai album grunge, saat itu. Kalau saya membandingkan dengan rilisan beberapa band grunge sekarang ini di komunitas yang saya ketahui, album Koil ini lebih grunge daripada mereka yang malah lebih didominasi unsur metal/garage rock.
"Detak jantungku diam membisu... Bergetar menahan luka. Berpijar api di dada. Aku menunggu waktu yang berhenti."
- Waktu Yang Berhenti
Jika grunge itu dilihat dari lirik lagu yang muram atau semacamnya, album ini punya lagu "Karam" dan "Waktu Yang Berhenti". Apabila dari distorsi gitar, album ini layak di-grunge-kan dengan lagu "Senyawa Mesin", "Murka" dan "Karat". Tapi saya nggak tahu alasan kenapa album ini nggak menjadi album favorit kawan-kawan di komunitas, nggak diulas atau dimasukkan dalam bagian sejarah grunge Indonesia. Yah mungkin belum ada yang menyimak, si bandnya juga mungkin sabodo teuing. Itu cuma maunya saya saja.
Sampai saat ini saya masih mendengarkan album ini dan masih saja terkesima karena lirik lagu, aransemen hingga desain sampul albumnya. Album yang nggak membosankan, masih layak didengar dan saya yakin para pendengar musik masa kini juga akan menyukai album ini. Saya membayangkan Koil merilis ulang album ini berikut album-album lainnya, seperti Demo From Nowhere dan Caligula yang semuanya dikemas dalam bentuk boxset, untuk mengenang era keemasan musik '90-an dan sambil mengisi 'kekosongan' selama Koil belum merilis album baru lagi. Wah, itu pasti sangat menggembirakan. Menggembirakan jika bayangan saya ini terwujud.
Komentar
Posting Komentar