Orang Asing Itu Bernama Pak Yo

Di suatu hari itu adalah hari yang menggembirakan untuk si We (namakan saja begitu) setelah menerima telpon paling menyenangkan sepanjang hidupnya. Telpon berdurasi 10 menit yang membuat dia (berpikir) bisa mewujudkan impian yang sudah dia pendam lama. Impian yang baru bisa dijalani sekarang setelah sekian puluh tahun berniat mencoba tapi terus gagal karena banyak hal. Dan saat dia mendapat telpon itu, awan di langit serasa berkumpul dan hanya menaungi dirinya. Aih!

Setelah telpon itu si We mulai mempersiapkan segala sesuatunya, rencana dirancang sedemikian rupa dan berusaha untuk perfeksionis. Semua itu dilakukan demi yang terbaik di hari H, yang beberapa hari lagi lamanya.

Dan tibalah hari H itu. Seluruh keperluan yang diminta si penelpon itu sudah disiapkan rapih dan si We pun tampil all out. Dengan memakai angkutan umum, berangkatlah menuju suatu gedung di suatu tempat. Ah! Sialnya, si We salah memprediksi keberangkatannya. Alhasil dia pun terlambat datang dari waktu yang sudah ditentukan. Tapi memang si We sedang mujur dan masih diberi kemurahan olehNya, si penelpon itu tidak merasa kecewa malahan diberi waktu sedikit lebih lama lagi untuk bersiap-siap. Si We memang manusia sontoloyo yang mujur.

Setengah jam kemudian, nama si We dipanggil. Rasa tegang, grogi dan sejenisnya itu menghinggapi diri We. Ruangan yang dia masuki mendadak seakan berhawa panas padahal Air Conditionernya menyala dan terasa sejuk. Selama hampir 30 menit dia di dalam ruangan itu, mengerjakan berbagai tes yang jumlahnya cukup banyak. Si We baru menyadari kalau 'proses' yang sedang dia lalui tidak mudah dan diluar perkiraan.

Akhirnya, selesai sudah hal penting yang menegangkan itu. Selanjutnya, pengumuman hasilnya.

Ternyata, hasil yang diumumkan saat itu juga tidak sesuai dengan perkiraan We. Dia mengira dan sangat yakin kalau dia bisa mewujudkan impiannya dengan mudah. Seluruh persiapan yang sudah sempurna dan tampilan all out tadi ternyata tidak memuaskan orang-orang di dalam ruangan itu. Si We merasa kecewa dan bertanya-tanya sendiri, "apa yang kurang? kenapa harus ada yang salah? apa, kenapa, lalu bagaimana? Ah!". Di saat sibuk bertanya-tanya sendiri, mendadak dia teringat kejadian sebelumnya di jam makan siang. Kejadian yang nggak diduga dan (mungkin) hal yang sepele dibanding hal penting yang baru saja dia hadapi.

Jadi, saat di jam makan siang itu si We baru menyelesaikan kewajibannya beribadah dan mulai bersiap untuk kembali ke ruangan dalam gedung itu. Saat sedang bersiap-siap, di sebelahnya duduk seorang Bapak tua yang nggak dia kenal, tiba-tiba mulai mengajak ngobrol dan bertanya ini itu. Obrolan mulai seru saat si Bapak asing itu ternyata punya hobi yang sama dengan si We dan mau ke gedung yang sama.

Setelah ngobrol cukup lama, si Bapak mengajak We untuk makan siang, "Ayo kita cari makan. Biar saya yang traktir, ini rejeki kamu. Siapa yang sangka kalau kita dipertemukan dengan cara ini, iya kan?". Lalu mereka berdua menuju kantin di sekitar gedung itu. Si Bapak itu mulai mengenalkan diri, namakan saja dengan Pak Yo, lalu bercerita tentang pengalaman hidup juga aktivitasnya sehari-hari.
Nggak disangka, Pak Yo ini pernah menjabat posisi penting di suatu Perusahaan besar di bilangan selatan Jakarta dan tujuan dia ke gedung itu untuk bertemu orang paling penting disana. Wow! Benar-benar pertemuan yang memberikan berkah juga agak aneh bagi si We.
Di usianya yang sudah 67 tahun dan rambut yang sudah beruban, Pak Yo terlihat bugar dan masih menyempatkan diri berolahraga tenis meski punya aktivitas yang sangat padat didalam dan diluar kantor. Semangat dalam diri beliau masih berapi-api, pantang lemah. Sungguh hebat orang tua ini.

Selesai makan siang, beranjaklah mereka berdua kembali ke dalam gedung. Lalu kemudian berpisah karena tujuan lantainya berbeda, Pak Yo pun mendoakan yang baik-baik ke We dan berharap 'proses' yang sedang dijalani We akan berakhir memuaskan. Sungguh berkesan untuk We bisa bertemu orang seperti beliau dengan cara yang nggak diduga.

Setelah We mengingat kejadian itu dia pun tersenyum dan merasa lebih lega. Hasil dari 'proses' yang tadi sempat membuat kecewa sudah tidak dihiraukan lagi, karena hal penting itu ternyata tidak sepenting hal sepele di siang itu. Hal yang sepele itu bukan cuma soal makan siang gratis tapi ada berkah dan kebaikan di dalamnya, bagi We dan mungkin Pak Yo sendiri. Pak Yo jadi nggak repot-repot lagi mencari tempat yang dituju, lalu bisa membagi ilmu dan pengalamannya kepada We juga menambah amal baik dirinya sendiri.

Dan untuk We, selain perut kenyang dia juga mendapat inspirasi dari pengalaman hidup Pak Yo dan doa terbaik dari beliau. Hal yang terakhir itu langsung dirasakan oleh si We, karena berkat doa terbaik Pak Yo, si We mendapat kabar dari teman baiknya di saat itu jugaKabar yang baik berkaitan dengan hidup si We ke depannya. Dan untuk sementara, We nggak merasa cemas lagi di hari itu.

Pertemuan yang singkat itu adalah hal sepele tapi kemudian menjadi besar nilainya, cuma dalam beberapa jam saja. Sungguh mengagumkan, bukan?

Komentar