Dari jamannya musisi/band seperti Iwan Fals, Rotor, PAS sampai dengan sekarang Navicula dan lain-lain, semua pernah (dan masih) berteriak soal kondisi sosial dan korupsi di Republik ini. Semua menyuarakan hal yang sama untuk negeri ini, dari tahun ke tahun. Loh koq bisa sama begitu? Kehidupan berbangsa dan bernegara disini sebenarnya nggak bergerak kemana-mana dong? Oh berarti (hampir) nggak ada perubahan yang drastis padahal udah sekian banyak pemimpin untuk Republik ini? Ah, kenapa dengan negeri ini? Memang seharusnya begini? Memang selalu nggak punya solusi?
foto © Visit Indonesia |
Waktu jamannya Iwan Fals, saya nggak merasakan kondisinya seperti apa waktu itu karena saya masih bayi. Tapi saat menyimak lirik-lirik lagunya, kondisi waktu itu sepertinya nggak jauh berbeda dengan sekarang. Negeri ini seperti diam di tempat. Negeri ini seperti nggak punya jawaban terbaik atas problemanya. Negeri ini begitu sensitif saat kita harus mengistilahkan "oknum" untuk membedakan individu (individu) yang berperilaku amoral/merugikan dengan sekumpulan lain yang berada dalam satu atap dengannya.
Padahal menurut saya, mereka yang mengetahui tapi membiarkan perilaku amoral/merugikan yang diperbuat oleh teman-temannya, ya sama busuknya lah! Sama gilanya! Nggak ada itu istilah oknum. Atas nama pertemanan dan satu institusi, dibiarkan saja deh dan itulah namanya solidaritas. Tutup mata, telinga dan hati.
Semua penduduk negeri ini pasti sangat memimpikan punya pemimpin atau panutan yang cepat tanggap, nggak pandang bulu dan bersahaja. Saya dan mereka nggak pernah berhenti untuk bermimpi tapi tampaknya mimpi itu adalah penantian yang panjang. Yah, namanya juga mimpi.
Keberhasilan negeri ini ketika telah banyak dimasuki investor-investor asing untuk bisa membantu membangun negeri dan memajukan perekonomian, nggak dibarengi dengan perhitungan yang cermat ataupun ide-ide yang selangkah lebih depan dan bersifat jangka panjang. Saat alat-alat transportasi membanjiri negeri ini (khususnya yang murah meriah), pemerintah seperti nggak memperhitungkan bahwa hal itu akan diminati banyak orang dan akhirnya, tumpah ruahlah alat-alat transportasi itu di jalan raya yang mana terasa semakin sesak dan sempit karena belum juga ada penambahan lebar jalan.
Berapa tahun sudah jalan raya yang kita lewati, jumlah dan lebarnya segitu-gitu aja?
Hey kalian para penggerak negeri ini, ayolah berpikir yang lebih cerdas lagi, selangkah lebih depan, bertindak lebih berani lagi dan "berlari cepat"! Jangan sia-siakan vote saya untuk kalian saat di pemilihan itu dan jangan biarkan saya berpikir bahwa vote saya itu cuma untuk dihitung, bukannya untuk didengar dan dijalankan.
Ah, ternyata istilah 'Jalan di Tempat' masih lebih baik daripada 'Diam di Tempat'.
Komentar
Posting Komentar